Tuesday, January 10, 2012

Conversation


M. Kanzul Fikri Aminuddin (C02210044)
M. Ainur Rasyidin (C02210065)

B. Indonesia

A:        Assalamu’alaikum wr. Wb.
B:        Wa’alaikumsalam wr.wb.
A:        Bolehkah aku bertanya kepadamu?
B:        Ya, Boleh saja.
A:        Apa kamu tahu tentang riba?
B:        Ya, aku tahu.
A:        Apa riba itu?
B:  Riba adalah Penambahan pada dua perkara yang diharamkan dalam syariat, adanya tafadhul (penambahan) antara keduanya dengan ganti (bayaran), dan adanya ta`khir (tempo) dalam menerima sesuatu yang disyaratkan qabdh (serah terima di tempat)
A:        Apakah riba itu diperbolehkan dalam islam?
B:        tidak. Jelas tidak boleh.
A:        Kenapa riba itu dilarang?
B:        Karena telah dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah (2): 275
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Artinya:
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Q. S. Al-Baqarah (2): 275)
A:        Apayang menyebabkan riba itu dilarang?
B:        Karena:
1.      Riba adalah suatu perbuatan mengambil harta kawannya tanpa ganti.
2.      Bergantung kepada riba dapat menghalangi manusia dari kesibukan bekerja.
3.      Riba akan menyebabkan terputusnya sikap yang baik (ma'ruf) antara sesama manusia dalam bidang pinjam-meminjam.
4.      Riba terdapat unsur pemerasan terhadap orang yang lemah demi kepentingan orang kuat.
A:        Apakah riba itu sama dengan bunga bank?
B:        Tidak. Tidak sama.
A:        Kenapa?
B:  Karena Menurut Gus Dur, bunga bank tidak sama dengan bunga yang diambil para rentenir. Bunga bank memiliki nilai produktif. Bank lebih merupakan profit sharing (pembagian keuntungan) ketimbang eksploitasi. Hanya bunga yang eksploitasi saja yang disebut riba. Selama tidak merugikan, artinya bagian pemakai lebih besar dari yang dinikmati bank, dapat dihalalkan.
A:        Ok. Terima kasih..
B:        Sama-sama.

English

A:
        Assalamualaikum wr. Wb.
B:        Wa'alaikumsalam wr.wb.
A:        May I ask you?
B:        Yes, you are, alright.
A:        What do you know about usury?
B:        Yes, I know.
A:        What is usury?
B:  Usury is the addition of the two things that are forbidden in the Shari'a, the tafadhul (addition) between the two with dressing (fee), and the presence of ta `khir (due) to accept something that is required qabdh (handover in place).
A:  What is the riba is allowed in Islam?
B:  No. Obviously not.
A:  Why is it forbidden usury?
BBecause it has been described by Allah in the Qur'an al-Baqarah (2): 275
وأحل الله البيع وحرم الربا
Meaning:
"God justifies trading and forbidden usury." (Surah Al-Baqarah (2): 275).
A:        What causes the usury is forbidden?
B:        Because:
1.      Usury is the act of taking property without any dressing friend.
2.      Depending on usury can deter people from rushing to work.
3.      Riba will cause the interruption of a good attitude (doing good) among men in the field of lending.
4.      Riba there are elements of extortion against people who are weak in the interest of powerful people.
A:        What is the riba is the same as bank interest?
B:        No, not it isn’t.
A:        Why?
B:  Because Gus Dur, bank interest rates are not the same as that taken by moneylenders. Bank interest has productive value. Bank is more of a profit sharing (profit sharing) rather than exploitation. Only the exploitation rates are called usury. As long as no harm, it means the wearer is greater than that enjoyed by the bank, can be permitted.
A: Ok. Thank you very much.
B:  Your welcome..

Sunday, October 2, 2011

Prosedur Permohonan SPRI

Prosedur Permohonan SPRI

SPRI adalah Surat Perjalanan Republik Indonesia .Dalam Peraturan Direktur Jenderal Imigrasi ini adalah:

a.   Paspor Biasa yang berisi 48 (empat puluh delapan) halaman untuk Warga Negara Indonesia
b.   Paspor Biasa yang berisi 24 (dua puluh empat) halaman untuk Warga Negara Indonesia
c.   Paspor untuk Orang Asing terdiri dari 24 (dua puluh empat) halaman
d.   Surat Perjalanan Laksana Paspor terdiri dari 16 (enam belas) halaman untuk Warga Negara Indonesia
e.   Surat Perjalanan Laksana Paspor berbentuk lembaran untuk Warga Negara Indonesia
f.    Surat Perjalanan Laksana Paspor terdiri dari 16 (enam belas) halaman untuk orang Asing.
Untuk memperolehnya kita harus pergi ke kantor Imigrasi untuk memproses prosedur permohonan SPRI tersebut. Prosedur permohonan SPRI tersebut adalah sebagai berikut:

A.    Kedatangan Pertama
1.      Pemohon menemui ruang Informasi agar mendapatkan informasi apa saja yang di perlukan untuk memperoleh dokumen SPRI, antara lain adalah:
a.       Persyaratan permohonan SPRI pertama kali:
1)      Bukti domisili:
-          KTP (Kartu Tanda Penduduk)
-          KSK (Kartu Susunan Keluarga)
2)      Bukti identitas diri dipilih salah satu antara lain:
-          Akte lahir
-          Akte nikah / Surat nikah
-          Ijazah
-          Surat baptis
-     Surat keterangan lainnya/ dokumen yang diterbitkan oleh instansi pemerintah

b.  Pemohon membeli Formulir dan Materai, di sertai fotocopy persyaratan untuk pengajuan permohonan ditempatnya.

c.       Pemohom mengisi berkas formulir dengan persyaratan yang telah ditentukan.
2.   Pemohon kembali ke ruang Informasi agar diperiksa kelengkapan persyaratan berkas permohonan SPRI, setelah itu masuk ruang tunggu.

3.   Pemohon mengajukan berkas permohonan SPRI pada Loket 3 dengan terlebih dahulu mengambil Nomor Antrian A pada mesin antrian.

4.      Pemohon menerima tanda terima permohonan sementara dan kembali keesokan harinya.

B.     Kedatangan Kedua
1.  Pemohon menyerahkan tanda terima permohonan sementara pada Loket 5 dan menerima tanda terima permohonan.

2.     Pemohon mengambil Nomor Antrian B untuk melakukan antrian pembayaran dan antrian foto, sidik jari dan wawancara.
3.      Pemohon melakukan transaksi pembayaran pada kasir (Loket 4), kemudian masuk ke ruang Biometrik untuk foto, sidik jari dan wawancara. Setelah selesai pemohon kembali lagi keesokan harinya.


C.     Kedatangan Ketiga
1.    3 (tiga) hari setelah pelaksanaan foto, sidik jari dan wawancara, pemohon dapat mengambil SPRI yang telah selesai pada Loket 5 dengan menujukkan kuitansi pembayaran dan tanda terima permohonan.
2.    Pemohon dapat mengambil Paspor di loket Pengambilan Paspor dengan menunjukkan berkas Permohonan SPRI.


Sunday, May 22, 2011

Pembagian Khiyar

KHIYAR
PEMBAHASAN

A.    Arti dan Jumlah Khiyar
Telah disinggung bahwa akad yang sempurna harus terhindar dari khiyar, yang memungkinkan aqid (orang yang akad) membatalkannya.
Pengertian khiyar menurut ulama Fiqh adalah:[1]
أَنْ يَكُوْنَ لِلْمُتَعَاقِدِ الْحَقُّ فِي اِمْضَاءِ الْعَقْدِ اَوْ فَسْخِهِ اِنْ كَانَ الْخِيَارُ خِيَارُ شَرْطٍ اَوْ رُؤْسَةٍ اَوْ عَيْبٍ اَوْ اَنْ يَخْتَارَ اَحَدُ الْبَيْعَيْنِ اِنْ كَانَ الْخِيَارُ خِيَارُ تَعْيِيْنٍ.
Artinya:
Suatu keadaan yang menyebabkan aqid memiliki hak untuk memutuskan akadnya, yakni menjadikan atau membatalkannya jika khiyar tersebut berupa khiyar syarat, ‘aib atau ru’yah, atau hendaklah memilih di antara dua barang jika khiyar ta’yin.”
      Jumlah khiyar sangat banyak dan di antara para ulama telah terjadi perbedaan pendapat. Menurut ulama Hanafiyah, jumlahnya ada 17.[2]
      Ulama Malikiyah[3] membagi khiyar menjadi dua bagian, yaitu khiyar at-taamul (melihat, meneliti), yakni khiyar secara mutlak dan khiyar naqish (kurang), yakni apabila terdapat kekurangan atau ‘aib pada barang yang dijual (Khiyar al-hukmy). Ulama Malikiyah berendapat bahwa khiyar majlis itu batal.
      Ulama Syafi’iyah[4] berpendapat bahwa khiyar terbagi dua, khiyar at-tasyahi adalah khiyar yang menyebabkan pembeli memperlama transaksi sesuai dengan seleranya terhadap barang, baik dalam majlis maupun syarat. Kedua adalah khiyar naqishah yang disebabkan adanya perbedaan dalam lafazh atau adanya kesalahan dalam perbuatan atau adanya penggantian. Adapun khiyar yang didasarkan pada syara’ menurut ulama Syafi’iyah ada 16 (enam belas) dan menurut ulama Hanabilah jumlah khiyar ada 8 (delapan) macam.[5]

B.     Pembahasan Khiyar Paling Masyhur
Dalam menetapkan pembahasan ini, hanya akan dibahas khiyar yang paling masyhur saja, di antaranya berikut ini.
1.      Khiyar Syarat
Pengertian khiyar syarat menurut ulama fiqh adalah:[6]
اَنْ يَكُوْنَ لِأَحَدِ الْعَاقِدَيْنِ اَوْ لِكِيْلَهُمَا اَوْ لِغَيْرِهِمَا الْحَقُّ فِى فَسْخِ الْعَقْدِ اَوْ اِمْضَاءِهِ خِلَالَ مُدَّةٍ مَعْلُوْمَةٍ.
                        Artinya:
Suatu keadaan yang membolehkan salah seorang yang akad atau masing-masing yang akad atau selain kedua pihak yang        akad memiliki hak atas pembatalan atau penetapan akad selama waktu yang ditentukan.”
Misalnya, seorang pembeli berkata, “Saya beli dari kamu barang ini, dengan catatan saya ber-khiyar (pilih-pilih) selama sehari atau tiga hari.”
Khiyar disyariatkan antara lain untuk menghilangkan unsur kelalaian atau penipuan bagi pihak yang akad.

2.      Khiyar Majlis
Khiyar majlis menurut pengertian ulama fiqih adalah:
اَنْ يَكُوْنَ لِكُلٍّ مِنَ الْعَاقِدَيْنِ حَقٌّ فَسْخُ الْعَقْدِ مَادَامَ فِى مَجْلِسِ الْعَقْدِ لَمْ يَتَفَرَّقَا بِأَبْدَانِهَا يُخَيِّرُ اَحَدُهُمَا الْآخَرَ فَيُخْتَارُ لُزُوْمُ الْعَقْدِ.
Artinya:
Hak bagi senua pihak yang melakukan akad untuk membatalkan akad selagi masih berada di tempat akad dan kedua pihak belum berpisah. Keduanya saling memilih sehimgga muncul kelaziman dalam akad.”[7]
Dengan demikian, akad akan menjadi lazim, jika kedua pihak telah berpisah atau memilih. Hanya saja, khiyar majlis tidak dapat berada dalan setiap akad. Khiyar majlis hanya ada pada akad yang sifatnya pertukaran, seperti jual-beli, upah-mengupah dan lain-lain.
Khiyar majlis dikenal di kalangan ulama Syafi’iyah dan Hanabilah. Adapun pandangan para ulama tentang khiyar najlis terbagi atas dua bagian:
a.       Ulama Hanafiyah dan Malikiyah
Golongan ini berpendapat bahwa akad dapat menjadi lazim dengan adanya ijab dan qabul, serta tidak bisa dengan hanya dengan khiyar, sebab Allah SWT. menyuruh untuk menepati janji, sebagaimana firman-Nya: اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ  (kamu semua harus menepati janji), sedangkan khiyar menghilangkan keharusan tersebut.
Selain itu akad tidak akan sempurna, kecuali dengan adanya keridhaan, sebagaimana firman-Nya:
اِلَّا اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ.
Artinya:
Kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan suka sama suka” (Q. S. An-Nisa’ (4): 29)
Sedangkan keridhaan hanya dapat diketahui dengan ijab dan qabul. Dengan demikian, keberadaan akad tidak dapat digantungkan atas khiyar majlis.
Golongan ini tidak mengambil hadits-hadits yang berkenaan dengan keberadaan khiyar majlis sebab mereka tidak mengakuinya. Selain itu, adanya anggapan tentang keumuman ayat di atas. Bahkan ulama Hanafiyah menakwil hadits tentang khiyar majlis, yaitu:
اَلْبَيْعَانِ بِالْخِيَارِ مَالَمْ يَتَفَرَّقَا اَوْيَقُوْلُ اَحَدُهُمَا لِلْآخَرِ : اِخْتَرْ. (رواه البخارى ومسلم)
Artinya:
Orang yang berjual-beli (penjual dan pembeli) berhak khiyar sebelum keduanya berpisah, atau salah satunya mengatakan kepada yang lain dengan berkata, pilihlah!” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa yang dimaksud dua orang yang akad pada jual-beli (البيعان) adalah orang yang melakukan tawar-menawar sebelum akad, untuk berakad atau tidak. Adapun maksud dari berpisah (التفرق) adalah berpisah dari segi ucapan dan bukan badan. Dengan kata lain, bagi yang menyatakan ijab, ia boleh menarik ucapannya sebelum dijawab qabul, sedangkan bagi yang lainnya (penerima) boleh memilih apakah ia akan menerima di tempat tersebut atau menolaknya.
Menurut Wahbah al-Juhaili, takwil di atas tidak berfaedah sebab rang yang akad, bebas untuk memilih, menerima atau menolak. Dengan demikian, orang yang tidak menerima tidak dapat dikatakan berpisah (التفرق), Hadits tentang khiyar majlis pun tidak dapat dikatakan menyalahi keridhaan sebab khiyar majlis justru untuk memperkuat adanya keridhaan.[8]

b.      Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah
Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat adanya khiyar majlis.[9] Kedua golongan ini berpndapat bahwa jika pihak yang akad menyatakan ijab dan qabul, akad tersebut masih ternasuk akad yang boleh atau tidak lazim selagi keduanya masih berada di tempat atau berpisah badannya. Keduanya masih memiliki kesempatan untuk membatalkan, menjadikan atau saling berpikir. Adapun batasan dari kata berpisah diserahkan kepada adat atau kebiasaan manusia dalam bermuamalah, yakni dapat dengan berjalan,naik tangga, atau turun tangga dan lain-lain.
Mereka berpendapat khiyar majlis disyariatkan dalam islam, berdasarkan hadits shahih di atas.

3.      Khiyar ‘Aib (cacat)
Arti khiyar ‘aib (cacat) menurut ulama fiqh adalah:[10]
اَنْ يَكُوْنَ لِأَحَدِ الْعَاقِدَيْنِ الْحَقُّ فِى فَسْخِ الْعَقْدِ اَوْ اِمْضَاءِهِ اِذَا وُجِدَ عَيْبٌ فِى اَحَدِ الْبَدْلَيْنِ وَلَمْ يَكُنْ صَا حِبُهُ عَالِمًا بِهِ وَقْتَ الْعَقْدِ.
Artinya:
Keadaan yang membolehkan salah seorang yang akad memiliki hak untuk membatalkan atau menjadikannya ketika ditemukannya aib (kecacatan) dari salah satu yang dijadikan alat tukar-menukar  yang tidak diketahui pemiliknya waktu akad.”
Dengan demikian, penyebab adanya khiyar aib adalah adanya cacat dan barang yang dijual-belikan (ma’qud alaih) atau harga (tsaman), karena kurang nilainya atau tidak sesuai dengan maksud, atau orang dan yang akad tidak meneliti kecacatannya ketika akad.
Ketetapan adanya khiyar mensyaratkan adanya barang pengganti, baik diucapkan secara jelas ataupun tidak, kecuali jika ada keridhaan dari yang akad. Sebaliknya, jika tidak tampak adanya kecacatan, barang pengganti tidak diperlukan lagi.
Khiyar ‘aib disyariatkan dalam islam, yang didasarkan pada hadits-hadits yang cukup banyak, diantaranya:
الْمُسْلِمُ اَخُوا الْمُسْلِمِ لَايَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ مِنْ اَخِيْهِ بَيْعًا وَفِيْهِ عَيْبٌ اِلَّا بَيِّنَةٌ لَهُ. (رواه ابن ماجه عن عقبة بن عامر)
Artinya:
Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain. Tidaklah halal bagi seorang muslim untuk menjual barang bagi saudaranya yang mengandung kecacatan, kecuali jika menjelaskannya terlebih dahulu.” (H. R. Ibn Majah dari Uqbah ibn Amir)
مَرَّ النَّبِيُّ ص. م. بِرَجُلٍ يَبِيْعُ طَعَامًا فَأدْخَلَ يَدَهُ فِيْهِ فَاِذَا هُوَ مَبْلُوْلٌ فَقَالَ: مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا.
Artinya:
Suatu hari Rasulullah SAW. melewati seorang pedagang makanan, kemudian beliau mencelupkan tangannya ke atas nakanan tersebut dan mengetahui makanan itu basah (basi). Rasul bersabda: “Barang siapa yang menipu kita, ia bukan dari golongan kita.
Ulama Hanafiyah dan Hanabilah[11] berpendapat bahwa ‘aib pada khiyar adalah segala sesuatu yang menunjukkan adanya kekurangan dari aslinya, misalnya berkurang nilainya menurut adat, baik berkurang sedikit atau banyak.
Menurut Ulama Syafi’iyah adalah segala sesuatu yang dapat dipandang berkurang nilainya dari barang yang dimaksud, seperti sempitnya sepatu, potongnya tanduk binatang yang akan dijadikan kurban.


[1] Wahbah Al-Juhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, juz IV, hlm 250
[2] Ibn Abidin, Radd Al-Mukhtar, juz IV, hlm. 47
[3] Ibn Rusyd, Bidayah Al-Mujtahid wa Al-Mustashid, juz II, hlm.
[4] Hasyiyah liAsy-Syarqawi, juz II, hlm. 40-50
[5] Kasyf Al-Qana, juz III, hlm. 166-224
[6] Wahbah Al-Juhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, juz IV, hlm 254
[7] Ibid,. 250
[8] Ibid., 251
[9] Muhammad asy-Syarbini, juz II, hlm. 43, 45
[10]  Wahbah Al-Juhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, juz IV, hlm 251
[11] Alauddin al-Kasani, Bada’i ash-Shana’i fi Tartib Syara’, Juz V hlm 274