KHIYAR
PEMBAHASAN
A. Arti dan Jumlah Khiyar
Telah disinggung bahwa akad yang sempurna
harus terhindar dari khiyar, yang memungkinkan aqid (orang yang akad)
membatalkannya.
Pengertian khiyar menurut ulama Fiqh adalah:
أَنْ يَكُوْنَ لِلْمُتَعَاقِدِ الْحَقُّ فِي اِمْضَاءِ الْعَقْدِ
اَوْ فَسْخِهِ اِنْ كَانَ الْخِيَارُ خِيَارُ شَرْطٍ اَوْ رُؤْسَةٍ اَوْ عَيْبٍ اَوْ
اَنْ يَخْتَارَ اَحَدُ الْبَيْعَيْنِ اِنْ كَانَ الْخِيَارُ خِيَارُ تَعْيِيْنٍ.
Artinya:
“Suatu keadaan yang menyebabkan aqid memiliki hak
untuk memutuskan akadnya, yakni menjadikan atau membatalkannya jika khiyar
tersebut berupa khiyar syarat, ‘aib atau ru’yah, atau hendaklah memilih di
antara dua barang jika khiyar ta’yin.”
Jumlah khiyar
sangat banyak dan di antara para ulama telah terjadi perbedaan pendapat.
Menurut ulama Hanafiyah, jumlahnya ada 17.
Ulama
Malikiyah
membagi khiyar menjadi dua bagian, yaitu khiyar at-taamul (melihat, meneliti),
yakni khiyar secara mutlak dan khiyar naqish (kurang), yakni apabila terdapat
kekurangan atau ‘aib pada barang yang dijual (Khiyar al-hukmy). Ulama Malikiyah
berendapat bahwa khiyar majlis itu batal.
Ulama
Syafi’iyah
berpendapat bahwa khiyar terbagi dua, khiyar at-tasyahi adalah khiyar yang
menyebabkan pembeli memperlama transaksi sesuai dengan seleranya terhadap
barang, baik dalam majlis maupun syarat. Kedua adalah khiyar naqishah yang
disebabkan adanya perbedaan dalam lafazh atau adanya kesalahan dalam perbuatan
atau adanya penggantian. Adapun khiyar yang didasarkan pada syara’ menurut
ulama Syafi’iyah ada 16 (enam belas) dan menurut ulama Hanabilah jumlah khiyar
ada 8 (delapan) macam.
B. Pembahasan Khiyar Paling Masyhur
Dalam menetapkan pembahasan ini, hanya akan
dibahas khiyar yang paling masyhur saja, di antaranya berikut ini.
1. Khiyar Syarat
Pengertian khiyar syarat menurut ulama fiqh adalah:
اَنْ يَكُوْنَ لِأَحَدِ الْعَاقِدَيْنِ اَوْ لِكِيْلَهُمَا
اَوْ لِغَيْرِهِمَا الْحَقُّ فِى فَسْخِ الْعَقْدِ اَوْ اِمْضَاءِهِ خِلَالَ
مُدَّةٍ مَعْلُوْمَةٍ.
Artinya:
“Suatu keadaan yang membolehkan salah seorang yang
akad atau masing-masing yang akad atau selain kedua pihak yang akad memiliki hak atas pembatalan atau
penetapan akad selama waktu yang ditentukan.”
Misalnya, seorang pembeli berkata, “Saya beli
dari kamu barang ini, dengan catatan saya ber-khiyar (pilih-pilih) selama
sehari atau tiga hari.”
Khiyar disyariatkan antara lain untuk
menghilangkan unsur kelalaian atau penipuan bagi pihak yang akad.
2. Khiyar Majlis
Khiyar majlis menurut pengertian ulama fiqih adalah:
اَنْ يَكُوْنَ لِكُلٍّ مِنَ الْعَاقِدَيْنِ حَقٌّ فَسْخُ
الْعَقْدِ مَادَامَ فِى مَجْلِسِ الْعَقْدِ لَمْ يَتَفَرَّقَا بِأَبْدَانِهَا
يُخَيِّرُ اَحَدُهُمَا الْآخَرَ فَيُخْتَارُ لُزُوْمُ الْعَقْدِ.
Artinya:
“Hak bagi senua pihak yang melakukan akad untuk
membatalkan akad selagi masih berada di tempat akad dan kedua pihak belum
berpisah. Keduanya saling memilih sehimgga muncul kelaziman dalam akad.”
Dengan demikian, akad akan menjadi lazim, jika
kedua pihak telah berpisah atau memilih. Hanya saja, khiyar majlis tidak dapat
berada dalan setiap akad. Khiyar majlis hanya ada pada akad yang sifatnya
pertukaran, seperti jual-beli, upah-mengupah dan lain-lain.
Khiyar majlis dikenal di kalangan ulama
Syafi’iyah dan Hanabilah. Adapun pandangan para ulama tentang khiyar najlis
terbagi atas dua bagian:
a. Ulama Hanafiyah dan Malikiyah
Golongan ini berpendapat bahwa akad dapat
menjadi lazim dengan adanya ijab dan qabul, serta tidak bisa dengan hanya
dengan khiyar, sebab Allah SWT. menyuruh untuk menepati janji, sebagaimana
firman-Nya: اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِ (kamu semua harus menepati janji), sedangkan
khiyar menghilangkan keharusan tersebut.
Selain itu akad tidak akan sempurna, kecuali dengan
adanya keridhaan, sebagaimana firman-Nya:
اِلَّا اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ.
Artinya:
“Kecuali dengan jalan perniagaan yang dilakukan suka
sama suka” (Q. S. An-Nisa’ (4): 29)
Sedangkan keridhaan hanya dapat diketahui dengan ijab dan
qabul. Dengan demikian, keberadaan akad tidak dapat digantungkan atas khiyar
majlis.
Golongan ini tidak mengambil hadits-hadits yang berkenaan
dengan keberadaan khiyar majlis sebab mereka tidak mengakuinya. Selain itu,
adanya anggapan tentang keumuman ayat di atas. Bahkan ulama Hanafiyah menakwil
hadits tentang khiyar majlis, yaitu:
اَلْبَيْعَانِ بِالْخِيَارِ مَالَمْ يَتَفَرَّقَا اَوْيَقُوْلُ
اَحَدُهُمَا لِلْآخَرِ : اِخْتَرْ. (رواه البخارى ومسلم)
Artinya:
“Orang yang berjual-beli (penjual dan pembeli) berhak
khiyar sebelum keduanya berpisah, atau salah satunya mengatakan kepada yang
lain dengan berkata, pilihlah!” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa yang
dimaksud dua orang yang akad pada jual-beli (البيعان) adalah orang yang
melakukan tawar-menawar sebelum akad, untuk berakad atau tidak. Adapun maksud
dari berpisah (التفرق) adalah berpisah dari
segi ucapan dan bukan badan. Dengan kata lain, bagi yang menyatakan ijab, ia
boleh menarik ucapannya sebelum dijawab qabul, sedangkan bagi yang lainnya
(penerima) boleh memilih apakah ia akan menerima di tempat tersebut atau
menolaknya.
Menurut Wahbah al-Juhaili, takwil di atas
tidak berfaedah sebab rang yang akad, bebas untuk memilih, menerima atau
menolak. Dengan demikian, orang yang tidak menerima tidak dapat dikatakan
berpisah (التفرق), Hadits tentang khiyar majlis pun
tidak dapat dikatakan menyalahi keridhaan sebab khiyar majlis justru untuk
memperkuat adanya keridhaan.
b. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah
Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat
adanya khiyar majlis.
Kedua golongan ini berpndapat bahwa jika pihak yang akad menyatakan ijab dan
qabul, akad tersebut masih ternasuk akad yang boleh atau tidak lazim selagi
keduanya masih berada di tempat atau berpisah badannya. Keduanya masih memiliki
kesempatan untuk membatalkan, menjadikan atau saling berpikir. Adapun batasan
dari kata berpisah diserahkan kepada adat atau kebiasaan manusia dalam
bermuamalah, yakni dapat dengan berjalan,naik tangga, atau turun tangga dan
lain-lain.
Mereka berpendapat khiyar majlis disyariatkan
dalam islam, berdasarkan hadits shahih di atas.
3. Khiyar ‘Aib (cacat)
Arti khiyar ‘aib (cacat) menurut ulama fiqh adalah:
اَنْ يَكُوْنَ لِأَحَدِ الْعَاقِدَيْنِ الْحَقُّ فِى فَسْخِ
الْعَقْدِ اَوْ اِمْضَاءِهِ اِذَا وُجِدَ عَيْبٌ فِى اَحَدِ الْبَدْلَيْنِ وَلَمْ
يَكُنْ صَا حِبُهُ عَالِمًا بِهِ وَقْتَ الْعَقْدِ.
Artinya:
“Keadaan yang membolehkan salah seorang yang akad
memiliki hak untuk membatalkan atau menjadikannya ketika ditemukannya aib
(kecacatan) dari salah satu yang dijadikan alat tukar-menukar yang tidak diketahui pemiliknya waktu akad.”
Dengan demikian, penyebab adanya khiyar aib
adalah adanya cacat dan barang yang dijual-belikan (ma’qud alaih) atau harga
(tsaman), karena kurang nilainya atau tidak sesuai dengan maksud, atau orang
dan yang akad tidak meneliti kecacatannya ketika akad.
Ketetapan adanya khiyar mensyaratkan adanya
barang pengganti, baik diucapkan secara jelas ataupun tidak, kecuali jika ada
keridhaan dari yang akad. Sebaliknya, jika tidak tampak adanya kecacatan,
barang pengganti tidak diperlukan lagi.
Khiyar ‘aib disyariatkan dalam islam, yang didasarkan pada hadits-hadits
yang cukup banyak, diantaranya:
الْمُسْلِمُ اَخُوا الْمُسْلِمِ لَايَحِلُّ لِمُسْلِمٍ بَاعَ
مِنْ اَخِيْهِ بَيْعًا وَفِيْهِ عَيْبٌ اِلَّا بَيِّنَةٌ لَهُ. (رواه ابن ماجه عن عقبة بن عامر)
Artinya:
“Seorang muslim adalah saudara muslim yang lain. Tidaklah halal bagi
seorang muslim untuk menjual barang bagi saudaranya yang mengandung kecacatan,
kecuali jika menjelaskannya terlebih dahulu.” (H. R. Ibn Majah dari Uqbah
ibn Amir)
مَرَّ النَّبِيُّ ص. م. بِرَجُلٍ يَبِيْعُ طَعَامًا
فَأدْخَلَ يَدَهُ فِيْهِ فَاِذَا هُوَ مَبْلُوْلٌ فَقَالَ: مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ
مِنَّا.
Artinya:
“Suatu hari Rasulullah SAW. melewati seorang pedagang
makanan, kemudian beliau mencelupkan tangannya ke atas nakanan tersebut dan
mengetahui makanan itu basah (basi). Rasul bersabda: “Barang siapa yang menipu
kita, ia bukan dari golongan kita.”
Ulama Hanafiyah dan Hanabilah
berpendapat bahwa ‘aib pada khiyar adalah segala sesuatu yang menunjukkan
adanya kekurangan dari aslinya, misalnya berkurang nilainya menurut adat, baik
berkurang sedikit atau banyak.
Menurut Ulama Syafi’iyah adalah segala sesuatu
yang dapat dipandang berkurang nilainya dari barang yang dimaksud, seperti
sempitnya sepatu, potongnya tanduk binatang yang akan dijadikan kurban.