BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Hampir semua ahli
hukum yang memberikan definisi tentang hukum berlainan. Hal itu disebabkan oleh
banyaknya segi dan bentuk, serta kebesaran hukum, sehingga tidak mungkin orang
menyatukannya dalam satu rumus secara memuaskan.
Hukum berkembang
sesuai dengan zamannya. Keadaan sebenarnya banyak sisinya, berupa-rupa dan
berganti-ganti, sedangkan definisi, karena ia menyatakan segala-galanya dalam
suatu rumus, harus mengabaikan hal yang berupa-rupa dan banyak bentuknya.
Hukum adalah untuk
manusia. Kaedah-kaedahnya yang berisi perintah, larangan dan perkenaan itu
ditujukan pada anggota-anggota masyarakat. Hukum itu mengatur hubungan antar
masyarakat.
Manusia atau suatu
masyarakat tidak akan lepas dari yang namanya hukum atau aturan. Hampir setiap
waktu dimanapun dan kapanpun kita akan menghampiri yang namanya hukum atau
aturan. Karena manusia di sini peranannya sangatlah penting. Dalam suatu hukum
pasti ada subjek atau pelaku dan objek atau benda, alatnya.
Subjek hukum adalah
segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban. Dan yang berhak
memperoleh kewajiban dan hak hanyalah manusia. Jadi, manusia adalah subjek
hukum. Sedangkan, Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek
hukum dan yang menjadi objek hukum adalah hak, karena dapat di kuasai oleh
subjek hukum.
Adanya subjek dan
objek hukum pasti menimbulkan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah setiap
perbuatan manusia yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan hak dan
kewajiban.
Perbuatan hukum
adalah perbuatan yang memiliki akibat-akibat hukum. Sehingga sangat erat
kaitannya dengan peristiwa hukum. Jadi akibat itu bisa dianggap sebagai
kehendak dari yang melakukan hukum. Misalnya, pembayaran utang, baik berupa
pemberian uang atau barang.
Yang dimaksud dengan
peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeit adalah peristiwa
kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa saja
Konsep Dasar dalam Ilmu Hukum?
2.
Bagaimana
Konsep Dasar dalam Ilmu Hukum tersebut?
BAB II
PEMBAHASAN
Hukum tidak dapat melepaskan diri dari
perkembangan yang terjadi pada zamannya. Pada prinsipnya hukum mempunyai syarat
beraneka ragam untuk menjamin adanya penyesuaian kebebasan dan kehendak
seseorang dengan orang lain.[1] Berdasarkan
pendapat ini, pada dasarnya hukum mengatur hubungan antara manusia di dalam
masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip yang beraneka ragam pula.
Berikut ini merupakan konsep dasar dalam Ilmu
Hukum:
A. Subjek Hukum
Orang
Subjek Hukum=orang
Badan Hukum Privat
Publik
Subjek Hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan
kewajiban. Yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum hanyalah manusia.[2]
Jadi manusia oleh hukum diakui sebagai penyandang hak dan kewajiban, sebagai
subjek hukum atau orang.
Seiring berkembangnya dunia hukum, subjek hukum di bagi menjadi 2:
1.
Orang /
manusia (natuurlijke person)
2.
Badan Hukum
(rechtsperson).
Setiap manusia di Indonesia, tanpa terkecuali, selama hidupnya adalah
orang atau subjek hukum. Sejak dilahirkan manusia memperoleh hak dan kewajiban.
Apabila meninggal dunia, maka hak dan kewajibannya akan beralih pada ahli
warisnya.
Bahwa setiap manusia di Indonesia adalah orang yang dapat di simpulkan
dari pasal 15 UUDS yang berbunyi bahwa “tidak suatu hukum manapun menyebabkan
kematian perdata atau kehilangan segala hak-hak kewenangan”.[3]
Di dalam sejarah di kenal adanya manusia yang tidak mempunyai hak dan
kewajiban, tidak merupakan subjek hukum, yaitu budak belian. Budak bukan
merupakan subjek hukum tetapi, merupakan objek hukum yang dapat di
perjualbelikan. Selain itu, dahulu di kenal kematian perdata(burgelyke dood)
pernyatan pengadilan (lijke dood) kyang menyatakan bahwa seseorang itu tak
dapat memperoleh hak apapun lagi.
Pencabutan hak dan kewajiban masih bersifat terbatas dan hanya untuk
sementara saja.[4]
Berikut hak-hak tertentu yang dapat di cabut, di antaranya:
1.
Hak memegang
jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu
2.
Hak memasuki
angkatan bersenjata
3.
Hak memilih
dan dipilih dalam pemilihan umum yang diadakan berdasarkan aturan-aturan
tertentu
4.
Hak menjadi
penasehat, wali pengawas atau pengampu atau pengampu pengwas atas anak yang
bukan anak sendiri
5.
Hak
menjalankan kekuasan bapak, menjalankan perwakilan, atau pengampu atas anaknya
sendiri
6.
Hak untuk menjalankan
pencaharian tertentu.
Dengan demikian orang dianggap sebagai pendukung hak dan kewajiban,
sejak lahir sampai meninggal, bahkan sejak dalam kandungan ibunya. Tapi
meskipun demikian orang yang belum dewasa masih belum cukup untuk melakukan
hukum sendiri. Berikut yang dianggap belum cukup untuk melakukan hukum sendiri
diantaranya:[5]
1.
Orang yang
belum dewasa atau belum cukup umur
2.
Orang gila
pemabuk, pemboros,yakni mereka yang ditaruh dibawah pengampuan(curatele)
3.
Orang
perempuan dalam pernikahan(wanita kawin).
Manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum. Diperlukan suatu hal lain
yang menjadi subjek hukum. Di samping orang dikenal subjek hukum selain manusia
yang disebut Badan Hukum. Badan Hukum adalah organisasi atau kelompok manusia
yang mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban.[6]
Negara dan perseroan terbatas misalnya asalah organisasi atau kelompok manusia
yang merupakan badan hukum.
Badan Hukum itu bertindak sebagai satu kesatuan dalam lalu lintas hukum
seperti orang. Hukum menciptakan badan hukum oleh karena pengakuan organisasi
atau kelompok manusia sebagai subjek hukumitu sangat diperlukan karena ternyata
bermanfaat bagi lalu lintas hukum.
Badan hukum dibedakan menjadi dua bentuk yaitu:[7]
1.
Badan hukum
dalam lingkungan hukum publik, yaitu badan-badan yang pendiriannya dan
tatanannya ditenktukan oleh hukum publik. Badan hukum ini merupakan hasil
pembentukan dari penguasa, berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan
eksekutif, pemerintah atau badan pengurus yang diberi tugas untuk itu.
Misalnya, Negara, Propinsi, Kabupaten, Bank Indonesia, Desa, Subak dll
2.
Badan hukum
dalam lingkungan hukum privat, yaitu badan-badan yang pendirian dan tatanannya
ditentukan oleh hukum privat. Badan hukum ini merupakan badan hukum swasta yang
didirikan oleh pribadi orang untuk tujuan tertentu, yaitu mencari keuntungan,
sosial pendidikan, ilmu pengetahuan, politik, kebudayaan, kesehatan, olah raga,
dll. Yang termasuk dalam hukum privat misalnya koperasi, NV, dan wakaf.
Menurut tujuannya, badan hukum privat dapat dibagi menjadi:[8]
1.
Perserikatan
dengan tujuan tidak materialistis atau amal. Misalnya, perkumpulan gereja, badan
wakaf, yayasan dll
2.
Persekutuan
dengan tujuan memperoleh laba. Misalnya, perseroan terbatas.
Dalam Tata Hukum Indonesia, badan-badan hukum dikelompokkan dalam tiga
macam, yaitu:[9]
1.
Menurut hukum
Eropa antara lain: Negara, PT, dan perhimpunan-perhimpunan berdasarkan Stb.
1870 No. 64
2.
Menurut hukum
Eropa yang tertulis, antara lain: perhimpunan-perhimpunan berdasarkan Stb. 1939
No. 570 jo.1939 No. 717, dan Stb. 1958 No. 139
3.
Menurut hukum
adat, antara lain: wakaf yayasan.
Berikut beberapa teori yang berhubungan dengan badan hukum:[10]
1.
Teori anggapan (fiksi) dari Von
savigny, C. W. Opzoomer dan Houwing. Pada dasarnya subjek hukum hanyalah
manusia, dan badan hukum hanya merupakan anggapan saja dan tidak berwujud. Ia
dibuat oleh Negara oleh karena itu badan hukum tergantung oleh pengakuan
Negara.
2.
Teori kekayaan-tujuan A. Brinz
dan Siccana kekayaan yang dipisahkan dan diberi tujuan-tujuan tertentu.
Kekayaan dianggap miik suatu badan hukum padahal kekayaan itu terikat pada
tujuannya.
3.
Teori organ dari Otto Van Gierke
bahwa badan hukum itu seperti manusia. Ia sungguh-sungguh ada dalam pergaulan
hukum. Badan hukum membentuk kehendak sendiri dengan perantara alat-alat (organ)
yang ada padanya (pengurus) serta manusia. Oleh karena itu fungsi badan hukum
disamakan dengan manusia.
4.
Teori milik kolektif (teori kekayaan bersama) dari W. L. P. A. Molengraff dan Marcel Planiol bahwa badan hukum ialah
harta yang tak dapat di bagi dari anggota secara bersama-sama. Hak dan
kewajiban badan hukum sebenarnya merupakan hak dan kewajiban anggotanya secara
bersama-sama. Dengan demikian, badan hukum hanyalah konstruksi yuridis.
5.
Teori duguit dari Duguit bahwa badan
hukum itu tidak ada. Manusia adalah satu-satunya subjek hukum. Hal ini sesuai
dengan ajarannya yaitu fungsi social yang harus di laksanakan.
6.
Teori enggens bahwa badan
merupakan hulp figuur, karena adanya
diperlukan dan diperbolehkan oleh hukum untuk menjalankan hak-hak dengan
sewajarnya.
B. Objek Hukum
Objek hukum (recht objek) merupakan segala sesuatu yang berguna bagi
subjek hukum (person), dan yang menjadi objek hukum dari suatu hubungan hukum
adalah hak. Oleh karenanya dapat di kuasai oleh subjek hukum.
Hubungan hukum adalah suatu wewenang yang dimiliki oleh seseorang untuk
menguasai sesuatu dari orang lain, dan kewajiban orang lain untuk berperilaku
sesuai dengan wewenang yang ada.[11]
Isi dari wewenang dan kewajiban tersebut ditentukan oleh hukum (misalnya
hubungan antara pembeli dan penjual). Dalam hubungan hukum menurut hukum publik
(dalam hal ini, hukum pajak), objek hukumnya adalah sejumlah uang yang dapat
dipungut dari wajib pajak, dan hukum pidana adalah pidana yang dapat dijatuhkan
pada pelanggar pidana. Dalam hukum perdata, objek hukum lazim disebut benda
(zat). Menurut hukum perdata Eropa pasal 503 KUH Perdata, benda dibedakan
menjadi:[12]
1.
Benda yang
berwujud, yaitu segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindera, misalnya:
rumah, buku-buku, dll
2.
Benda yang
tak berwujud, yaitu segala macam hak. Misalnya: hak cipta, merek, dll.
Kemudian pada saat yang sama, benda terwujud maupun tak berwujud itu
terbagi menjadi dua, yaitu menurut pasal 504 KUH perdata:[13]
1.
Benda
bergerak(benda tidak tetap) yaitu benda-benda yang dapat dipindahkan, seperti:
meja, kursi, sepeda, dll
2.
Benda tidak
bergerak(benda tetap) yaitu benda yang tak dapat dipindahkan, seperti: tanah,
mencakup pohon, gedung, mesin-mesin, dll. Kapal yang ukurannya besarnya 20 m3
termasuk juga golongan benda tetap.
C. Perbuatan Hukum
Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan manusia yang dilakukan dengan
sengaja untuk menimbulkan hak dan kewajiban.[14]
Perbuatan hukum adalah perbuatan yang memiliki akibat-akibat hukum.
Jadi akibat itu bias dianggap sebagai kehendak dari yang melakukan hukum.
Misalnya, pembayaran utang, baik berupa pemberian uang atau barang.
Perbuatan hukum atau tndakan hukm akan terjadi apabila ada pernyataan
kehendak. Dan untuk adanya kehendak dibutuhkan hal-hal berikut:[15]
1.
Adanya
kehendak orang itu untuk bertidak, menerbitkan/ menimbulkan akibat yang diatur
oleh hukum
2.
Pernyataan
kehendak pada asasnya tidak terikat pada bentuk-bentuk tertentu dan tidak ada
pengecualiannya, debab dapat terjadi secara:
a.
Pernyataan
kehendak secara tegas, antara lain:
1)
Ditulis
sendiri
2)
Ditulis oleh
pejabat tertentu.
b.
Mengucapkan
kata setuju, misalnya OK, YA, dll
c.
Pernyataan
kehendak dengan isyarat, misalnya:mengangguk, dll
3.
Pernyataan
kehendak secara diam-diam.
Perbuatan
hukum terdiri dari:
1.
Perbuatan
hukum sepihak.
Ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja tetapi
memunculkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula. Misalnya: pembuatan surat wasiat (pasal 875 KUH
Perdata), pemberian hibah suatu benda (pasal 1666 KUH Perdata).
2.
Perbuatan hukum
dua pihak.
Ialah perbuatan hukum
yang dilakukan oleh dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua
pihak tersebut. Misalnya: persetujuan jual beli (pasal 1457 KUH Perdata),
perjanjian sewa-menyewa (pasal 1548 KUH Perdata), dll.
Menurut pendapat lain yaitu pendapat hukum, perbuatan hukum dibagi
menjadi dua yaitu:[16]
1. Perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek
hukum.
a. Perbuatan
menurut hukum. Contoh: Zaakwarneming (1354).
Zaakwarneming ialah perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum meskipun tidak dikehendaki oleh orang tersebut. Contoh : mengurusi kepentingan orang lain tanpa diminta oleh orang tersebut yakni bila terdapat kasus kecelakaan yang mengakibatkan seseorang luka parah dan harus dioperasi secepatnya maka dokter harus mengoperasinya tanpa meminta ijin kepada orang tersebut atau keluarganya.
Zaakwarneming ialah perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum meskipun tidak dikehendaki oleh orang tersebut. Contoh : mengurusi kepentingan orang lain tanpa diminta oleh orang tersebut yakni bila terdapat kasus kecelakaan yang mengakibatkan seseorang luka parah dan harus dioperasi secepatnya maka dokter harus mengoperasinya tanpa meminta ijin kepada orang tersebut atau keluarganya.
b. Perbuatan
melawan hukum. Contoh: Onrechtmatigdaad (1365).
Onrechtmatigedaad adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Meski tidak dikehendaki atau disengaja, pelaku harus mengganti kerugian yang diderita oleh pihak yang dirugikan akibat perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.
Onrechtmatigedaad adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Meski tidak dikehendaki atau disengaja, pelaku harus mengganti kerugian yang diderita oleh pihak yang dirugikan akibat perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.
2. Perbuatan
hukum yang tidak dilakukan oleh subyek hukum. Contoh : jatuh tempo atau
kadaluarsa, kelahiran, kematian.
D.
Peristiwa
Hukum
Yang dimaksud dengan
peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeit adalah peristiwa
kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum, agar lebih jelas akan
disampaikan beberapa contoh yang relevan dengan istilah peristiwa hukum, sebab
tidak setiap peristiwa kemasyarakatan akibatnya diatur oleh hukum.
1. Contoh pertama: Peristiwa transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini
terdapat akibat yang diatur oleh hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban,
sebagaimana pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa ”Jual beli
adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang
telah dijanjikan”.
2. Contoh kedua: Peristiwa kematian seseorang. Pada peristiwa kematian
seseorang secara wajar, dalam hukum perdata akan menimbulkan berbagai akibat
yang diatur oleh hukum, misalnya penetapan pewaris dan ahli waris. Pada pasal
830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi “Pewarisan hanya berlangsung
karena kematian”. Sedangkan apabila kematian seseorang tersebut akibat
pembunuhan, maka dalam hukum pidana akan timbul akibat hukum bagi si pembunuh
yaitu ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagaimana disebutkan pada
pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa ”Barang siapa dengan sengaja
menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar atau pembunuhan atau doodslag, dengan hukuman penjara
selama-lamanya lima belas tahun”.
3. Contoh ketiga: Seorang pria
menikahi wanita secara resmi. Peristiwa pernikahan atau perkawinan ini akan
menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum yakni hukum perkawinan dimana dalam
peristiwa ini timbul hak dan kewajiban bagi suami istri. Pada pasal 31
ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan berbunyi
“Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Sedangkan pasal
34 ayat (2) menetapkan ”Istri wajib mengatur urusan rumah tangga
sebaik-baiknya”.
Setelah
memperhatikan contoh-contoh diatas, ternyata peristiwa hukum itu dapat di bedakan menjadi 2, yaitu:
a. Peristiwa hukum
karena perbuatan subyek hukum
b. Peristiwa hukum yang
bukan perbuatan subyek hukum.
Peristiwa hukum
karena perbuatan subyek hukum adalah semua perbuatan yang dilakukan manusia
atau badan hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum. Contoh peristiwa
pembuatan surat wasiat dan peristiwa tentang penghibahan barang.
Peristiwa hukum yang
bukan perbuatan subyek hukum adalah semua peristiwa hukum yang tidak timbul
karena perbuatan subyek hukum, akan tetapi apabila terjadi dapat menimbulkan
akibat-akibat hukum tertentu. Misal kelahiran seorang bayi, kematian seseorang,
dan kadaluarsa (aquisitief yaitu kadaluarsa yang menimbulkan hak dan extinctief
yaitu kadaluarsa yang melenyapkan kewajiban).
E.
Hak dan
Kewajiban
Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara
memberikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka
kepentingannya tersebut. Pemberian kekuasaan itu dilakukan secara terukur,
dalam arti,ditentukan kekuasaan dan kedalamanya. Kekuasaan yang demikian itulah
yang disebut sebagai hak.[17] Dengan
demikian,tidak setiap kekuasaan dalam masarakat itu bisa disebut sebagai hak,
melainkan hanya kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh hukum kepada
seseorang.
Dalam buku yang berjudul “Inleiding tot de studie van hed
nederlandse recht, ”Prof. Mr. L. J. Van Apeldoorn mengatakan bahwa “hak adalah
hukum yang dihubungkan dengan seseorang manusia atau subjek hukum tertentu dan
dengan demikian menjelma menjadi kekuasaan” dan suatu hak timbul apabila hukum
mulai bergerak.[18]
Jadi dalam hak terdapat kekuasaan yang melindungi
kepentingan. Namun (paton 1971:250) menambahkan unsur kehendak didalam
kekuasaan tersebut. Jadi hak merupakan pemberian kekuasaan oleh hukum untuk
melindungi kepentingan dan kehendak seseorang dalam bertindak.
Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan yang sangat erat,
yang satu mencerminkan adanya yang lain. Kita mengatakan, bahwa si A mempunyai
kewajiban untuk melakukan sesuatu. Apabila perbuatan si A itu di tujukan kepada
orang tertentu yaitu si B. Dengan melakukan suatu perbuatan yang ditujukan
kepada B itu, si A telah menjalankan kewajibannya. Sebaliknya, karena adanya
kewajiban pada si B itulah, si A mempunyai suatu hak. Hak itu berupa kekuasaan
yang bisa diterapkannya terhadap si B, yaitu berupa tuntutan untuk melaksanakan
kewajiban itu.
Ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum adalah sebagai
burikut:
a.
Hak itu di lekatkan kepada seseorang
yang disebut sebagai pemilik atau subjek dan hak itu, ia juga disebut sebagai
orang yang memiliki titel atas barang yang menjadi sasaran dari hak.
b.
Hak itu tertuju kepada orang lain,
yaitu yang menjadi pemegang kewajiban. Antara hak dan kewajiban terhadap
hubungan koleratif.
c.
Hak yang ada pada seseorang ini
mewajibkan pihak lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan
lain bisa disebut sebagai isi dari hak.
d.
Melakukan atau tidak melakukan itu
menangkut sesuatu yang bisa disebut sebagai objek dari hak.
e.
Setiap hak menurut hukum itu mempunai
titel, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatna hak itu
pada pemiliknya.[19]
Konsep hak sebagai mana telah di bicarakan merupakan konsep
yang sering dipakai orang dan mungkin juga dianggap sebagai satu-satunya yang
ada. Konsep ini terutama menekankan pada pengertian hak yang berpasangan dengan
pengertian kewajiban. Sekalipun konsep ini menggambarkan inti pengertian dari
hak hukum, namun sebaiknya kita memperhatikan pula konsep hak itu dalam artinya
yang labih luas.
Salmond mengemukakan, bahwa pengertian hak yang dominan
tersebut bisa di tafsirkan sebagai hak dalam arti yang sempit. Di luar
pengertiannya yang demikian salmod masih menyebut adanya tiga pengertian yang
lain, yaitu: kemerdekaan, kekuasaan dan imunitas (kekebalan).[20]
Hak kemerdekaan yaitu hak yang hanya berurusan dengan
hal-hal yang boleh dilakukan untuk diri saya sendiri. Dan kekuasaan merupakan
hak yang diberikan kepada seseorang untuk melalui jalan hukum, mewujudkan
kemauannya guna mengubah hak-hak, kewajiban-kewajiban, pertanggung jawaban atau
lain-lain yang berhubungan dengan hukum, baik dari dirinya sendiri maupun orang
lain. Serta kekebalan merupakan pembebasan dari adanya suatu hubungan hukum
untuk bisa diubah oleh orang lain.
Pokok-pokoknya hak itu dapat di bedakan anta hak mutlak (Hak
Absolut) dan Hak Nisbi (Hak Relatif).[21] Hak mutlak ialah hak yang memberikan wewenang kepada seseorang
untuk melakukan suatu perbuatan, dimana hak dapat dipertahankan terhadap
siapapun juga, dan sebaliknya setiap orang juga harus menghormati hak tersebut.
Sedangkan hak nisbi ialah hak yang
memberikan wewenang kepada seseorang tertentu atau beberapa orang tertentu
untuk menuntut agar seseorang atau beberapa orang lain tertentu memberikan
sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Kewajiban-kewajiban yang merupakan hubungan dari hak menurut
Austin, “bahwa kewajiban yang mutlak adalah yang tidak mempunai pasangan hak,
seperti kewajiban yang tertuju kepada diri sendiri yang hanya ditujukan kepada
kekuasaan yang membawahinya, kekuasaan nisbi adalah yang melibatkan hak di lain
pihak.[22]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari sederet penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa Konsep Dasar
dalam Ilmu Hukum, sebagai berikut:
1.
Subjek hukum,
subjek hukum di Indonesia adalah manusia. Subjek hukum dibagi menjadi dua yaitu
manusia atau orang dan badan hukum. Kemudian badan hukum dibagi menjadi dua
yaitu badan hukum privat dan badan hukum publik.
2. Objek
hukum, merupakan segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum, biasanya berupa
benda. Objek hukum dibagi menjadi dua bentuk yaitu benda berwujud dan benda tak
berwujud.
3. Perbuatan
hukum, adalah perbuatan yang memiliki akibat-akibat hukum. Misalnya, pembayaran
utang, baik berupa pemberian uang atau barang. Perbuatan hukum dibagi menjadi
beberapa macam misalnya, hukum satu pihak dan hukum antara dua pihak, menurut
pendapat lain hukum juga dibagi menjadidua yaitu,perbuatan hukum yang dilakukan
oleh subjek, dan perbuatan hukum yang tidak dilakukan oleh subjek.
4. Yang dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum
atau rechtsfeit adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur
oleh hukum. ternyata peristiwa hukum itu dapat di bedakan menjadi dua, yaitu: Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum dan peristiwa hukum yang
bukan perbuatan subyek hukum.
5. Hak merupakan setiap kekuasaan dalam
masyarakat yang diberikan oleh hukum kepada seseorang. Antara hak dan kewajiban terdapat
hubungan yang sangat erat, yang satu mencerminkan adanya yang lain. Kita
mengatakan, bahwa si A mempunyai kewajiban untuk melakukan sesuatu. Apabila
perbuatan si A itu di tujukan kepada orang tertentu yaitu si B. Dengan
melakukan suatu perbuatan yang ditujukan kepada B itu, si A telah menjalankan
kewajibannya. Sebaliknya, karena adanya kewajiban pada si B itulah, si A
mempunyai suatu hak. Hak itu berupa kekuasaan yang bisa diterapkannya terhadap
si B, yaitu berupa tuntutan untuk melaksanakan kewajiban itu.
B. SARAN
Kita sebagai subjek hukum yang dibela oleh hukum harus bias menjaganya
dengan baik. Kita mempunyai hak dan kewajiban yang harus kita
pertanggngjawabkan apabila kita telah melakukan suatu perbuatan. Perbuatan
tersebut juga tak lepas dari yang namanya hukum. Yaitu perbuatan hukum dimana
kita juga harus berhati-hati dalam melakukan atau berbuat hukum. Karena itu
akan menimbulkan masalah yang besar jika kita tidak bias berhati-hati dalam
berbuat. Oleh karena itu walaupun kita mempunyai hak dan kewajiban bukan
berarti kita bisa melakukan apa saja yang kita bisa. Tapi kita juga harus
berhati-hati dalam berbuat.
DAFTAR PUSTAKA
Budi Ruhiatun. 2009. Pengantar Ilmu Hukum. Yogyakarta: Teras.
C. S. T. Kansil. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.
http://belajarhukumindonesia.blogspot.com/2010/03/perbuatan-hukum.html
Pipin Syarifin. 1999. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung:
Pustaka Setia.
Sudarsono. 1995. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta:Rineka Cipta.
Sudikno Mertokusumo. 2004. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Liberty.
Sutjipto Raharjo. 2000. Ilmu Hukum. Bandung:Citra Aditya Bakti.
R. Soeroso.1996. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta:
Sinar Grafika.
[2] Budi Ruhiatun, SH. M. Hum, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. 1, (Yogyakarta:
Teras, 2009), 57-62.
[3] Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Cet. 1, (Yogyakarta: Liberty, 2004),
52-53.
[4] Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. 1, (Bandung:
Pustaka Setia, 1999), 61-63.
[5] Ibid., 63.
[6] Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), 52-53.
[7] Budi Ruhiatun, SH. M.Hum, Pengantar Ilmu Hukum, 57-62.
[8] Ibid., 57-62.
[9]
http://openlibrary.org/books/OL2703851M/Pengantar_ilmu_hukum_dan_tata_hukum_Indonesia
[10]
Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum,
63
[11] Ibid.,
65
[12] Ibid.,
65
[13]
Ibid., 64
[14] R. Soeroso SH., Pengantar Ilmu Hukum, Cet. II, (Jakarta:
Sinar Grafika, 1996), 291.
[15]
Ibid., 292
[16]
http://belajarhukumindonesia.blogspot.com/2010/03/perbuatan-hukum.html
[17] Prof. Dr. Satjipto
Rahardjo, SH, Ilmu Hukum, Cet. 5, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 2000), 53
[18] Drs. C. S. T. Kansil, SH,
Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, Cet. 8, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 120
[19] Fitzgerald, 1966:221
dalam Prof. Dr. Satjipto Raharjo, SH, Ilmu
Hukum, Cet. 5, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), 55
[20] Ibid., 56
[21] Drs. C. S. T. Kansil, SH,
Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, 120
[22] Prof. Dr. Satjipto
Rahardjo, SH, Ilmu hukum, 60