Wednesday, March 16, 2011

Makalah Konsep Dasar Ilmu Hukum


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Hampir semua ahli hukum yang memberikan definisi tentang hukum berlainan. Hal itu disebabkan oleh banyaknya segi dan bentuk, serta kebesaran hukum, sehingga tidak mungkin orang menyatukannya dalam satu rumus secara memuaskan.
Hukum berkembang sesuai dengan zamannya. Keadaan sebenarnya banyak sisinya, berupa-rupa dan berganti-ganti, sedangkan definisi, karena ia menyatakan segala-galanya dalam suatu rumus, harus mengabaikan hal yang berupa-rupa dan banyak bentuknya.
Hukum adalah untuk manusia. Kaedah-kaedahnya yang berisi perintah, larangan dan perkenaan itu ditujukan pada anggota-anggota masyarakat. Hukum itu mengatur hubungan antar masyarakat.
Manusia atau suatu masyarakat tidak akan lepas dari yang namanya hukum atau aturan. Hampir setiap waktu dimanapun dan kapanpun kita akan menghampiri yang namanya hukum atau aturan. Karena manusia di sini peranannya sangatlah penting. Dalam suatu hukum pasti ada subjek atau pelaku dan objek atau benda, alatnya.
Subjek hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban. Dan yang berhak memperoleh kewajiban dan hak hanyalah manusia. Jadi, manusia adalah subjek hukum. Sedangkan, Objek hukum adalah segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang menjadi objek hukum adalah hak, karena dapat di kuasai oleh subjek hukum.
Adanya subjek dan objek hukum pasti menimbulkan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan manusia yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan hak dan kewajiban.
Perbuatan hukum adalah perbuatan yang memiliki akibat-akibat hukum. Sehingga sangat erat kaitannya dengan peristiwa hukum. Jadi akibat itu bisa dianggap sebagai kehendak dari yang melakukan hukum. Misalnya, pembayaran utang, baik berupa pemberian uang atau barang.
Yang dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeit adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja Konsep Dasar dalam Ilmu Hukum?
2.      Bagaimana Konsep Dasar dalam Ilmu Hukum tersebut?































BAB II
PEMBAHASAN

Hukum tidak dapat melepaskan diri dari perkembangan yang terjadi pada zamannya. Pada prinsipnya hukum mempunyai syarat beraneka ragam untuk menjamin adanya penyesuaian kebebasan dan kehendak seseorang dengan orang lain.[1] Berdasarkan pendapat ini, pada dasarnya hukum mengatur hubungan antara manusia di dalam masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip yang beraneka ragam pula.
Berikut ini merupakan konsep dasar dalam Ilmu Hukum:
A.    Subjek Hukum
Orang
Subjek Hukum=orang 
Badan Hukum                                                       Privat
Publik
Subjek Hukum adalah segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban. Yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum hanyalah manusia.[2] Jadi manusia oleh hukum diakui sebagai penyandang hak dan kewajiban, sebagai subjek hukum atau orang.
Seiring berkembangnya dunia hukum, subjek hukum di bagi menjadi 2:
1.      Orang / manusia (natuurlijke person)
2.      Badan Hukum (rechtsperson).
Setiap manusia di Indonesia, tanpa terkecuali, selama hidupnya adalah orang atau subjek hukum. Sejak dilahirkan manusia memperoleh hak dan kewajiban. Apabila meninggal dunia, maka hak dan kewajibannya akan beralih pada ahli warisnya.
Bahwa setiap manusia di Indonesia adalah orang yang dapat di simpulkan dari pasal 15 UUDS yang berbunyi bahwa “tidak suatu hukum manapun menyebabkan kematian perdata atau kehilangan segala hak-hak kewenangan”.[3]
Di dalam sejarah di kenal adanya manusia yang tidak mempunyai hak dan kewajiban, tidak merupakan subjek hukum, yaitu budak belian. Budak bukan merupakan subjek hukum tetapi, merupakan objek hukum yang dapat di perjualbelikan. Selain itu, dahulu di kenal kematian perdata(burgelyke dood) pernyatan pengadilan (lijke dood) kyang menyatakan bahwa seseorang itu tak dapat memperoleh hak apapun lagi.
Pencabutan hak dan kewajiban masih bersifat terbatas dan hanya untuk sementara saja.[4] Berikut hak-hak tertentu yang dapat di cabut, di antaranya:
1.      Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan tertentu
2.      Hak memasuki angkatan bersenjata
3.      Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum yang diadakan berdasarkan aturan-aturan tertentu
4.      Hak menjadi penasehat, wali pengawas atau pengampu atau pengampu pengwas atas anak yang bukan anak sendiri
5.      Hak menjalankan kekuasan bapak, menjalankan perwakilan, atau pengampu atas anaknya sendiri
6.      Hak untuk menjalankan pencaharian tertentu.
Dengan demikian orang dianggap sebagai pendukung hak dan kewajiban, sejak lahir sampai meninggal, bahkan sejak dalam kandungan ibunya. Tapi meskipun demikian orang yang belum dewasa masih belum cukup untuk melakukan hukum sendiri. Berikut yang dianggap belum cukup untuk melakukan hukum sendiri diantaranya:[5]
1.      Orang yang belum dewasa atau belum cukup umur
2.      Orang gila pemabuk, pemboros,yakni mereka yang ditaruh dibawah pengampuan(curatele)
3.      Orang perempuan dalam pernikahan(wanita kawin).
Manusia bukanlah satu-satunya subjek hukum. Diperlukan suatu hal lain yang menjadi subjek hukum. Di samping orang dikenal subjek hukum selain manusia yang disebut Badan Hukum. Badan Hukum adalah organisasi atau kelompok manusia yang mempunyai tujuan tertentu yang dapat menyandang hak dan kewajiban.[6] Negara dan perseroan terbatas misalnya asalah organisasi atau kelompok manusia yang merupakan badan hukum.
Badan Hukum itu bertindak sebagai satu kesatuan dalam lalu lintas hukum seperti orang. Hukum menciptakan badan hukum oleh karena pengakuan organisasi atau kelompok manusia sebagai subjek hukumitu sangat diperlukan karena ternyata bermanfaat bagi lalu lintas hukum.
Badan hukum dibedakan menjadi dua bentuk yaitu:[7]
1.      Badan hukum dalam lingkungan hukum publik, yaitu badan-badan yang pendiriannya dan tatanannya ditenktukan oleh hukum publik. Badan hukum ini merupakan hasil pembentukan dari penguasa, berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan eksekutif, pemerintah atau badan pengurus yang diberi tugas untuk itu. Misalnya, Negara, Propinsi, Kabupaten, Bank Indonesia, Desa, Subak dll
2.      Badan hukum dalam lingkungan hukum privat, yaitu badan-badan yang pendirian dan tatanannya ditentukan oleh hukum privat. Badan hukum ini merupakan badan hukum swasta yang didirikan oleh pribadi orang untuk tujuan tertentu, yaitu mencari keuntungan, sosial pendidikan, ilmu pengetahuan, politik, kebudayaan, kesehatan, olah raga, dll. Yang termasuk dalam hukum privat misalnya koperasi, NV, dan wakaf.
Menurut tujuannya, badan hukum privat dapat dibagi menjadi:[8]
1.      Perserikatan dengan tujuan tidak materialistis atau amal. Misalnya, perkumpulan gereja, badan wakaf, yayasan dll
2.      Persekutuan dengan tujuan memperoleh laba. Misalnya, perseroan terbatas.
Dalam Tata Hukum Indonesia, badan-badan hukum dikelompokkan dalam tiga macam, yaitu:[9]
1.      Menurut hukum Eropa antara lain: Negara, PT, dan perhimpunan-perhimpunan berdasarkan Stb. 1870 No. 64
2.      Menurut hukum Eropa yang tertulis, antara lain: perhimpunan-perhimpunan berdasarkan Stb. 1939 No. 570 jo.1939 No. 717, dan Stb. 1958 No. 139
3.      Menurut hukum adat, antara lain: wakaf yayasan.
Berikut beberapa teori yang berhubungan dengan badan hukum:[10]
1.      Teori anggapan (fiksi) dari Von savigny, C. W. Opzoomer dan Houwing. Pada dasarnya subjek hukum hanyalah manusia, dan badan hukum hanya merupakan anggapan saja dan tidak berwujud. Ia dibuat oleh Negara oleh karena itu badan hukum tergantung oleh pengakuan Negara.
2.      Teori kekayaan-tujuan A. Brinz dan Siccana kekayaan yang dipisahkan dan diberi tujuan-tujuan tertentu. Kekayaan dianggap miik suatu badan hukum padahal kekayaan itu terikat pada tujuannya.
3.      Teori organ dari Otto Van Gierke bahwa badan hukum itu seperti manusia. Ia sungguh-sungguh ada dalam pergaulan hukum. Badan hukum membentuk kehendak sendiri dengan perantara alat-alat (organ) yang ada padanya (pengurus) serta manusia. Oleh karena itu fungsi badan hukum disamakan dengan manusia.
4.      Teori milik kolektif (teori kekayaan bersama) dari W. L. P. A. Molengraff dan Marcel Planiol bahwa badan hukum ialah harta yang tak dapat di bagi dari anggota secara bersama-sama. Hak dan kewajiban badan hukum sebenarnya merupakan hak dan kewajiban anggotanya secara bersama-sama. Dengan demikian, badan hukum hanyalah konstruksi yuridis.
5.      Teori duguit dari Duguit bahwa badan hukum itu tidak ada. Manusia adalah satu-satunya subjek hukum. Hal ini sesuai dengan ajarannya yaitu fungsi social yang harus di laksanakan.
6.      Teori enggens bahwa badan merupakan hulp figuur, karena adanya diperlukan dan diperbolehkan oleh hukum untuk menjalankan hak-hak dengan sewajarnya.

B.     Objek Hukum
Objek hukum (recht objek) merupakan segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum (person), dan yang menjadi objek hukum dari suatu hubungan hukum adalah hak. Oleh karenanya dapat di kuasai oleh subjek hukum.
Hubungan hukum adalah suatu wewenang yang dimiliki oleh seseorang untuk menguasai sesuatu dari orang lain, dan kewajiban orang lain untuk berperilaku sesuai dengan wewenang yang ada.[11] Isi dari wewenang dan kewajiban tersebut ditentukan oleh hukum (misalnya hubungan antara pembeli dan penjual). Dalam hubungan hukum menurut hukum publik (dalam hal ini, hukum pajak), objek hukumnya adalah sejumlah uang yang dapat dipungut dari wajib pajak, dan hukum pidana adalah pidana yang dapat dijatuhkan pada pelanggar pidana. Dalam hukum perdata, objek hukum lazim disebut benda (zat). Menurut hukum perdata Eropa pasal 503 KUH Perdata, benda dibedakan menjadi:[12]
1.      Benda yang berwujud, yaitu segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindera, misalnya: rumah, buku-buku, dll
2.      Benda yang tak berwujud, yaitu segala macam hak. Misalnya: hak cipta, merek, dll.
Kemudian pada saat yang sama, benda terwujud maupun tak berwujud itu terbagi menjadi dua, yaitu menurut pasal 504 KUH perdata:[13]
1.      Benda bergerak(benda tidak tetap) yaitu benda-benda yang dapat dipindahkan, seperti: meja, kursi, sepeda, dll
2.      Benda tidak bergerak(benda tetap) yaitu benda yang tak dapat dipindahkan, seperti: tanah, mencakup pohon, gedung, mesin-mesin, dll. Kapal yang ukurannya besarnya 20 m3 termasuk juga golongan benda tetap.

C.    Perbuatan Hukum
Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan manusia yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan hak dan kewajiban.[14]
Perbuatan hukum adalah perbuatan yang memiliki akibat-akibat hukum. Jadi akibat itu bias dianggap sebagai kehendak dari yang melakukan hukum. Misalnya, pembayaran utang, baik berupa pemberian uang atau barang.
Perbuatan hukum atau tndakan hukm akan terjadi apabila ada pernyataan kehendak. Dan untuk adanya kehendak dibutuhkan hal-hal berikut:[15]
1.      Adanya kehendak orang itu untuk bertidak, menerbitkan/ menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum
2.      Pernyataan kehendak pada asasnya tidak terikat pada bentuk-bentuk tertentu dan tidak ada pengecualiannya, debab dapat terjadi secara:
a.       Pernyataan kehendak secara tegas, antara lain:
1)      Ditulis sendiri
2)      Ditulis oleh pejabat tertentu.
b.      Mengucapkan kata setuju, misalnya OK, YA, dll
c.       Pernyataan kehendak dengan isyarat, misalnya:mengangguk, dll
3.      Pernyataan kehendak secara diam-diam.
Perbuatan hukum terdiri dari:
1.      Perbuatan hukum sepihak.
Ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja tetapi memunculkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula. Misalnya: pembuatan surat wasiat (pasal 875 KUH Perdata), pemberian hibah suatu benda (pasal 1666 KUH Perdata).
2.      Perbuatan hukum dua pihak.
Ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua pihak tersebut. Misalnya: persetujuan jual beli (pasal 1457 KUH Perdata), perjanjian sewa-menyewa (pasal 1548 KUH Perdata), dll.
Menurut pendapat lain yaitu pendapat hukum, perbuatan hukum dibagi menjadi dua yaitu:[16]
1.   Perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum.
a.   Perbuatan menurut hukum. Contoh: Zaakwarneming (1354).
Zaakwarneming ialah perbuatan yang akibatnya diatur oleh hukum meskipun tidak dikehendaki oleh orang tersebut. Contoh : mengurusi kepentingan orang lain tanpa diminta oleh orang tersebut yakni bila terdapat kasus kecelakaan yang mengakibatkan seseorang luka parah dan harus dioperasi secepatnya maka dokter harus mengoperasinya tanpa meminta ijin kepada orang tersebut atau keluarganya.
b.   Perbuatan melawan hukum. Contoh: Onrechtmatigdaad (1365).
Onrechtmatigedaad adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum. Meski tidak dikehendaki atau disengaja, pelaku harus mengganti kerugian yang diderita oleh pihak yang dirugikan akibat perbuatan yang dilakukan oleh pelaku.
2.   Perbuatan hukum yang tidak dilakukan oleh subyek hukum. Contoh : jatuh tempo atau kadaluarsa, kelahiran, kematian.

D.    Peristiwa Hukum
Yang dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeit adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum, agar lebih jelas akan disampaikan beberapa contoh yang relevan dengan istilah peristiwa hukum, sebab tidak setiap peristiwa kemasyarakatan akibatnya diatur oleh hukum.
1.      Contoh pertama: Peristiwa transaksi jual beli barang. Pada peristiwa ini terdapat akibat yang diatur oleh hukum, yaitu timbulnya hak dan kewajiban, sebagaimana pasal 1457 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata bahwa ”Jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. 
2.      Contoh kedua: Peristiwa kematian seseorang. Pada peristiwa kematian seseorang secara wajar, dalam hukum perdata akan menimbulkan berbagai akibat yang diatur oleh hukum, misalnya penetapan pewaris dan ahli waris. Pada pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbunyi “Pewarisan hanya berlangsung karena kematian”. Sedangkan apabila kematian seseorang tersebut akibat pembunuhan, maka dalam hukum pidana akan timbul akibat hukum bagi si pembunuh yaitu ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya sebagaimana disebutkan pada pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana bahwa ”Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar atau pembunuhan atau doodslag, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun”.
3.      Contoh ketiga: Seorang pria menikahi wanita secara resmi. Peristiwa pernikahan atau perkawinan ini akan menimbulkan akibat yang diatur oleh hukum yakni hukum perkawinan dimana dalam peristiwa ini timbul hak dan kewajiban bagi suami istri. Pada  pasal 31 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan berbunyi “Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum”. Sedangkan pasal 34 ayat (2) menetapkan ”Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya”.
Setelah memperhatikan contoh-contoh diatas, ternyata peristiwa hukum itu dapat di bedakan menjadi 2, yaitu:
a.       Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum
b.      Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum.
Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum adalah semua perbuatan yang dilakukan manusia atau badan hukum yang dapat menimbulkan akibat hukum. Contoh peristiwa pembuatan surat wasiat dan peristiwa tentang penghibahan barang.
Peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum adalah semua peristiwa hukum yang tidak timbul karena perbuatan subyek hukum, akan tetapi apabila terjadi dapat menimbulkan akibat-akibat hukum tertentu. Misal kelahiran seorang bayi, kematian seseorang, dan kadaluarsa (aquisitief yaitu kadaluarsa yang menimbulkan hak dan extinctief  yaitu kadaluarsa yang melenyapkan kewajiban).

E.     Hak dan Kewajiban
Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara memberikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pemberian kekuasaan itu dilakukan secara terukur, dalam arti,ditentukan kekuasaan dan kedalamanya. Kekuasaan yang demikian itulah yang disebut sebagai hak.[17] Dengan demikian,tidak setiap kekuasaan dalam masarakat itu bisa disebut sebagai hak, melainkan hanya kekuasaan tertentu saja, yaitu yang diberikan oleh hukum kepada seseorang.
Dalam buku yang berjudul “Inleiding tot de studie van hed nederlandse recht, ”Prof. Mr. L. J. Van Apeldoorn mengatakan bahwa “hak adalah hukum yang dihubungkan dengan seseorang manusia atau subjek hukum tertentu dan dengan demikian menjelma menjadi kekuasaan” dan suatu hak timbul apabila hukum mulai bergerak.[18]
Jadi dalam hak terdapat kekuasaan yang melindungi kepentingan. Namun (paton 1971:250) menambahkan unsur kehendak didalam kekuasaan tersebut. Jadi hak merupakan pemberian kekuasaan oleh hukum untuk melindungi kepentingan dan kehendak seseorang dalam bertindak.
Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan yang sangat erat, yang satu mencerminkan adanya yang lain. Kita mengatakan, bahwa si A mempunyai kewajiban untuk melakukan sesuatu. Apabila perbuatan si A itu di tujukan kepada orang tertentu yaitu si B. Dengan melakukan suatu perbuatan yang ditujukan kepada B itu, si A telah menjalankan kewajibannya. Sebaliknya, karena adanya kewajiban pada si B itulah, si A mempunyai suatu hak. Hak itu berupa kekuasaan yang bisa diterapkannya terhadap si B, yaitu berupa tuntutan untuk melaksanakan kewajiban itu.
Ciri-ciri yang melekat pada hak menurut hukum adalah sebagai burikut:
a.       Hak itu di lekatkan kepada seseorang yang disebut sebagai pemilik atau subjek dan hak itu, ia juga disebut sebagai orang yang memiliki titel atas barang yang menjadi sasaran dari hak.
b.      Hak itu tertuju kepada orang lain, yaitu yang menjadi pemegang kewajiban. Antara hak dan kewajiban terhadap hubungan koleratif.
c.       Hak yang ada pada seseorang ini mewajibkan pihak lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatan lain bisa disebut sebagai isi dari hak.
d.      Melakukan atau tidak melakukan itu menangkut sesuatu yang bisa disebut sebagai objek dari hak.
e.       Setiap hak menurut hukum itu mempunai titel, yaitu suatu peristiwa tertentu yang menjadi alasan melekatna hak itu pada pemiliknya.[19]
Konsep hak sebagai mana telah di bicarakan merupakan konsep yang sering dipakai orang dan mungkin juga dianggap sebagai satu-satunya yang ada. Konsep ini terutama menekankan pada pengertian hak yang berpasangan dengan pengertian kewajiban. Sekalipun konsep ini menggambarkan inti pengertian dari hak hukum, namun sebaiknya kita memperhatikan pula konsep hak itu dalam artinya yang labih luas.
Salmond mengemukakan, bahwa pengertian hak yang dominan tersebut bisa di tafsirkan sebagai hak dalam arti yang sempit. Di luar pengertiannya yang demikian salmod masih menyebut adanya tiga pengertian yang lain, yaitu: kemerdekaan, kekuasaan dan imunitas (kekebalan).[20]
Hak kemerdekaan yaitu hak yang hanya berurusan dengan hal-hal yang boleh dilakukan untuk diri saya sendiri. Dan kekuasaan merupakan hak yang diberikan kepada seseorang untuk melalui jalan hukum, mewujudkan kemauannya guna mengubah hak-hak, kewajiban-kewajiban, pertanggung jawaban atau lain-lain yang berhubungan dengan hukum, baik dari dirinya sendiri maupun orang lain. Serta kekebalan merupakan pembebasan dari adanya suatu hubungan hukum untuk bisa diubah oleh orang lain.
Pokok-pokoknya hak itu dapat di bedakan anta hak mutlak (Hak Absolut) dan Hak Nisbi (Hak Relatif).[21] Hak mutlak ialah hak yang memberikan wewenang kepada seseorang untuk melakukan suatu perbuatan, dimana hak dapat dipertahankan terhadap siapapun juga, dan sebaliknya setiap orang juga harus menghormati hak tersebut. Sedangkan hak nisbi ialah hak yang memberikan wewenang kepada seseorang tertentu atau beberapa orang tertentu untuk menuntut agar seseorang atau beberapa orang lain tertentu memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Kewajiban-kewajiban yang merupakan hubungan dari hak menurut Austin, “bahwa kewajiban yang mutlak adalah yang tidak mempunai pasangan hak, seperti kewajiban yang tertuju kepada diri sendiri yang hanya ditujukan kepada kekuasaan yang membawahinya, kekuasaan nisbi adalah yang melibatkan hak di lain pihak.[22]












BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari sederet penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa Konsep Dasar dalam Ilmu Hukum, sebagai berikut:
1.      Subjek hukum, subjek hukum di Indonesia adalah manusia. Subjek hukum dibagi menjadi dua yaitu manusia atau orang dan badan hukum. Kemudian badan hukum dibagi menjadi dua yaitu badan hukum privat dan badan hukum publik.
2.   Objek hukum, merupakan segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum, biasanya berupa benda. Objek hukum dibagi menjadi dua bentuk yaitu benda berwujud dan benda tak berwujud.
3.   Perbuatan hukum, adalah perbuatan yang memiliki akibat-akibat hukum. Misalnya, pembayaran utang, baik berupa pemberian uang atau barang. Perbuatan hukum dibagi menjadi beberapa macam misalnya, hukum satu pihak dan hukum antara dua pihak, menurut pendapat lain hukum juga dibagi menjadidua yaitu,perbuatan hukum yang dilakukan oleh subjek, dan perbuatan hukum yang tidak dilakukan oleh subjek.
4.   Yang dimaksud dengan peristiwa hukum atau kejadian hukum atau rechtsfeit adalah peristiwa kemasyarakatan yang akibatnya diatur oleh hukum. ternyata peristiwa hukum itu dapat di bedakan menjadi dua, yaitu: Peristiwa hukum karena perbuatan subyek hukum dan peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum.
5.   Hak merupakan setiap kekuasaan dalam masyarakat yang diberikan oleh hukum kepada seseorang. Antara hak dan kewajiban terdapat hubungan yang sangat erat, yang satu mencerminkan adanya yang lain. Kita mengatakan, bahwa si A mempunyai kewajiban untuk melakukan sesuatu. Apabila perbuatan si A itu di tujukan kepada orang tertentu yaitu si B. Dengan melakukan suatu perbuatan yang ditujukan kepada B itu, si A telah menjalankan kewajibannya. Sebaliknya, karena adanya kewajiban pada si B itulah, si A mempunyai suatu hak. Hak itu berupa kekuasaan yang bisa diterapkannya terhadap si B, yaitu berupa tuntutan untuk melaksanakan kewajiban itu.

B.      SARAN
Kita sebagai subjek hukum yang dibela oleh hukum harus bias menjaganya dengan baik. Kita mempunyai hak dan kewajiban yang harus kita pertanggngjawabkan apabila kita telah melakukan suatu perbuatan. Perbuatan tersebut juga tak lepas dari yang namanya hukum. Yaitu perbuatan hukum dimana kita juga harus berhati-hati dalam melakukan atau berbuat hukum. Karena itu akan menimbulkan masalah yang besar jika kita tidak bias berhati-hati dalam berbuat. Oleh karena itu walaupun kita mempunyai hak dan kewajiban bukan berarti kita bisa melakukan apa saja yang kita bisa. Tapi kita juga harus berhati-hati dalam berbuat.






















DAFTAR PUSTAKA               

Budi Ruhiatun. 2009. Pengantar Ilmu Hukum. Yogyakarta: Teras.
C. S. T. Kansil. 1989. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta:Balai Pustaka.
http://belajarhukumindonesia.blogspot.com/2010/03/perbuatan-hukum.html
Pipin Syarifin. 1999. Pengantar Ilmu Hukum. Bandung: Pustaka Setia.
Sudarsono. 1995. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta:Rineka Cipta.
Sudikno Mertokusumo. 2004. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Liberty.
Sutjipto Raharjo. 2000. Ilmu Hukum. Bandung:Citra Aditya Bakti.
R. Soeroso.1996. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.


[1] Drs. Sudarsono, SH, Pengantar ilmu hukum, Cet. 1, (Jakarta:Rineka cipta, 1995), 44-45.
[2] Budi Ruhiatun, SH. M. Hum, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. 1, (Yogyakarta: Teras, 2009), 57-62.
[3] Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Cet. 1, (Yogyakarta: Liberty, 2004), 52-53.
[4] Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. 1, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 61-63.
[5] Ibid., 63.
[6] Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), 52-53.
[7] Budi Ruhiatun, SH. M.Hum, Pengantar Ilmu Hukum, 57-62.
[8] Ibid., 57-62.
[9] http://openlibrary.org/books/OL2703851M/Pengantar_ilmu_hukum_dan_tata_hukum_Indonesia
[10] Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, 63
[11] Ibid., 65
[12] Ibid., 65
[13] Ibid., 64
[14] R. Soeroso SH., Pengantar Ilmu Hukum, Cet. II, (Jakarta: Sinar Grafika, 1996), 291.
[15] Ibid., 292
[16] http://belajarhukumindonesia.blogspot.com/2010/03/perbuatan-hukum.html
[17] Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH, Ilmu Hukum, Cet. 5, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), 53
[18] Drs. C. S. T. Kansil, SH, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cet. 8, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), 120
[19] Fitzgerald, 1966:221 dalam Prof. Dr. Satjipto Raharjo, SH, Ilmu Hukum, Cet. 5, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), 55
[20] Ibid., 56
[21] Drs. C. S. T. Kansil, SH, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, 120
[22] Prof. Dr. Satjipto Rahardjo, SH, Ilmu hukum,  60